BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan
menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Revolusi di
bidang teknologi komunikasi dan informasi ternyata telah mempengaruhi hampir
seluruh sendisendi kehidupan manusia modern, termasuk dalam dunia pendidikan
dengan munculnya istilah-istilah seperti elearning, e-book sampai e-education.
Revolusi ini juga berpengaruh pada paradigma pendidikan akan “tempat” belajar,
dimana gedung sekolah yang berdiri tegak dengan atap dan dinding akan semakin
tak populer karena manusia bisa belajar di mana saja dengan bantuan teknologi.
Di sini yang terpenting adalah interaksi manusia itu dengan materi pelajaran
dan proses terusannya, pemahaman dan penguasaan ilmu. Di mana (sekolah?) atau
kapan (pagi atau siang?) tidak lagi menjadi pertanyaan penting sebab otak
manusia sekarang sudah terbiasa dengan konsep ruang dan waktu yang bersifat
relatif.
Belajar
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam
pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005)
menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui
kegiatan belajar.
Moh. Surya
(1997) menyebutkan bahwa belajar dapat diartikan sebagai
suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku
baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Proses belajar
pada hakekatnya juga merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat.
Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak
dapat disaksikan. Manusia hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya
gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Oleh karena itu, George R. Knight
(1982: 82) menganjurkan lebih banyak kebebasan untuk berekspresi bagi peserta
didik dan lingkungan yang lebih terbuka sehingga peserta didik dapat
mengerahkan energinya dengan cara yang efektif. Lebih lanjut, peserta didik
harus dianggap sebagai makhluk yang dinamis, sehingga harus diberi kesempatan
untuk menentukan harapan dan tujuan mereka dan guru (pendidik) lebih berperan
sebagai penasehat, penunjuk jalan, dan rekan seperjalanan. Guru bukanlah
satu-satunya orang yang paling tahu. Oleh karena itu, pembelajaran harus
berpusat pada peserta didik (child centered), tidak tergantung pada text
book atau metode pengajaran tekstual.
Berdasarkan latar
belakang di atas maka penulis mengajukan makalah yang berjudul “ Hakekat
Belajar dan Pembelajaran” yang nantinya dapat memperjelas pengertian dan
hakekat dari belajar.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah hakekat belajar ?
2.
Apkah hakekat pembeljaran?
C. TUJUAN
1. Dapat
memahami hakekat belajar
2. Dapat
memahami hakekat pembelajaran
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Belajar
1.
Pengertian
belajar
Jika kita
membaca buku-buku tentang pendidikan dan psikologi, tentunya kita tidak asing
dengan istilah belajar, dibuku
tersebut juga kita dapat menemukan banyak sekali istilah yang mendefinisikan
arti belajar itu sendiri, seringkali kita dibingungkan dengan banyak pendapat
mengenai arti belajar. Oleh karena itu kami ingin memepermudah pemahaman anda
mengenai arti belajar dengan
menyimpulkan beberapa pendapat dan membuatnya lebih ringan untuk difahami dan
dibahas.
Belajar adalah
suatu proses perubahan didalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut
ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku
seperti peningkatan kecakapan,pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,
keterampilan, daya pikir sebagi hasil dari pengalamannya dirinya dalam
interaksi dengan lingkungannya.
2.
Ciri-ciri
Belajar
Berdasarkan
definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri belajar sebagai berikut
:
a.
Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior).
b. Perubahan perilaku relative
permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar
untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah.
c. Perubahan tingkah laku tidak harus
segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan
perilaku tersebut bersifat potensial
d. Perubahan tingkah laku merupakan
hasillatihan atau pengalaman
e. Pengalaman atau latihan itu dapat
memberi penguatan.
3.
Ciri-ciri
perubahan perilaku
a. Perubahan terjadi secara sadar
Ini
berarti bahwa seseorang yang belajaraka menyadari terjadinya perubahan itu atau
sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam
dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya
bertambah. Jadi perubahan tingkah laku yang terjadi karena mabuk atau dalam
keadaan tidak sadar, tidak termasuk perubahan dalam pengertian dalam belajar,
karena orang yang bersangkutan tidak menyadari akan perubahan itu.
b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan
fungsional
Sebagai
hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara
berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan
perubahan berikutnya. Misalnya jika seorantg anak belajar menulis, maka ia akan
mengalami perubahan dari ia tidak dapat menulis menjadi dapat menulis.
Perubahan ini berlangsung terus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik
dan sempurna. Ia dapat menulis indah, dapat menulis dengan pulpen, dapat
menulis dengan kapur dan sebagainya. Disamping itu dengan kecakapan-kecakapan
lain misalnya, dapat menulis surat, menyalin catatan-catatan, mengerjakan
soal-soal dan sebagainya.
c. Perubahan
dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam
perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk
memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin
banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang
diperoleh. Perubahan bersifat aktif artinya perubahan itu tidak terjadi dengan
sendirinya melainkan karena usaha individu itu sendiri. Misalnya perubahan
tingkah laku karena usaha orang yang bersangkutan. Misalnya perubahan tingkah
laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya karena dorongan
dari dalam, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.
d. Perubahan
dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan
yang bersifat atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti
berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis dan sebagainya, tidak dapat
digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena
proses belajar bersifat menetap atau permanen, ini berarti bahwa tingkah laku
yang terjadi setelah belajar bersifat menetap. Misalnya kecakapan seorang anak
dalam memainkan piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan
akan terus dimiliki bahkan semakin berkembang kalau terus digunakan atau
dilatih.
e. Perubahan
dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini
berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan
dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang
benar-benar disadari. Misalnya seseorang yang beajar mengetik, sebelumnya sudah
menetapkan apa yangmungkin dapat dicapai dengan belajar mengetik, atau tingkat
kecakapan mana yang akan dicapainya. Dengan demikian perbuatan belajar yang
dilakukan senantiasa terarah kepada
tingkah laku yang telah ditetapkannya.
f. Perubahan
mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan
yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi
perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seorang belajar sesuatu, sebagai
hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam
sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
Sebagai
contoh jika seorang anak telah belajar naik sepeda, maka perubahan yang paling
tampak ialah dalam keterampilan naik sepeda itu. Akan tetapi ia telah mengalami
perubahan-perubahan lainnya seperti pemahaman tentang cara kerja sepeda,
pengetahuan tentang jenis-jenis sepeda, pengetahuan tentan alat-alat sepeda,
cita-cita untuk memiliki sepeda yang lebih bagus, kebiasaan membersihkan sepeda
dan sebagainya. Jadi aspek perubahan yang satu berhubungan erat dengan aspek
yang lainnya.
4.
Tujuan
Belajar
Tujuan
belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi perubahan
tingkah laku dari individu setelah individu tersebut
melaksanakan proses
belajar. Melalui belajar diharapkan dapat terjadi
perubahan (peningkatan)
bukan hanya pada aspek
kognitif, tetapi juga pada aspek lainnya. Selain itu tujuan belajar yang lainnya adalah
untuk memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup. Benyamin S Bloom,
menggolongkan bentuk tingkah laku sebagai tujuan belajar atas tiga ranah,
yakni:
1.
Ranah kognitif berkaitan dengan perilaku
yang berhubungan
dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah.
Ranah
kognitif menurut Bloom, et.al (Winkel, 1999; Dimyati
& Modjiono,
1994) dibedakan atas 6 tingkatan dari yang sederhana
hingga yang
tinggi, yakni:
a.
Pengetahuan (knowledge), meliputi kemampuan
ingatan
tentang
hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam
ingatan.
b.
Pemahaman (comprehension), meliputi
kemampuan
menangkap arti dan
makna dari hal yang dipelajari. Ada tiga
subkategori dari
pemahaman, yakni:
i. Translasi,
yaitu kemampuan mengubah data yang
disajikan dalam suatu bentuk ke dalam bentuk lain.
ii. Interpretasi,
yaitu kemampuan merumuskan pandangan baru
iii. Ekstrapolasi,
yaitu kemampuan meramal perluasan trend atau kemampuan meluaskan trend di luar
data yang diberikan
c.
Penerapan (aplication), meliputi kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk
menghadapi masalah yang nyata dan baru.
d.
Analisis (analysis), meliputi kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Analisis
dapat pula dibedakan atas tiga jenis, yakni:
i. Analisis
elemen, yaitu kemampuan mengidentifikasi dan merinci elemen-elemen dari suatu
masalah atau dari suatu bagian besar.
ii. Analisis
relasi, yaitu kemampuan mengidentifikasi relasi utama antara elemen-elemen
dalam suatu struktur.
iii. Analisis
organisasi, yaitu kemampuan mengenal semua elemen dan relasi dari struktur
kompleks.
e. Sintesis (synthesis), meliputi kemampuan
membentuk suatu
pola baru dengan memperhatikan unsur-unsur kecil
yang ada
atau untuk membentuk struktur atau sistem baru.
Dilihat dari
segi produknya, sintesis dapat dibedakan atas:
i. Memproduksi
komunikasi unik, lisan atau tulisan
ii. Mengembangkan
rencana atau sejumlah aktivitas
iii. Menurunkan
sekumpulan relasi-relasi abstrak
g. Evaluasi
(evaluation), meliputi kemampuan membentuk pendapat tentang sesuatu atau
beberapa hal dan pertanggungjawabannya berdasarkan kriteria tertentu.
2.
Ranah afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, minat, aspirasi dan
penyesuaian perasaan sosial. Ranah efektif menurut Karthwohl dan Bloom
(Bloom.,et.al,1971) terdiri dari 5 jenis perilaku yang diklasifikasikan dari
yang sederhana hingga yang kompleks, yakni:
a. Penerimaan
(reseving) yakni sensitivitas terhadap keberadaa fenomena atau stimuli
tertentu, meliputi kepekaan terhadap hal-hal tertentu, dan kesediaan untuk
memperhatikan hal tersebut.
b. Pemberian
respon (responding) yakni kemampuan memberikan respon secara aktif terhadap
fenomena atau stimuli.
c. Penilaian
atau penentuan sikap (valuing) yakni kemampuan untuk dapat memberikan penilaian
atau pertimbangan terhadap suatu objek atau kejadian tertentu.
d. Organisasi
(organization), yakni konseptualisasi dari nilainilai untuk menentukan
keterhubungan diantara nilai-nilai.
e. Karakterisasi,
yakni kemampuan yang mengacu pada
karakter dan gaya hidup seseorang.
3.
Ranah psikomotor mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill)
yang bersifat manual dan motorik. Ranah psikomotor menurut Simpson (Winkel,
1999;Fleishman & Quaintance, 1984) dapat diklasifikasikan atas:
a. Persepsi
(perception), meliputi kemampuan memilah-milah 2 perangsang atau lebih
berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing
perangsang.
b. Kesiapan
melakukan suatu pekerjaan (set), meliputi kemampuan menempatkan diri dalam
keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan.
c. Gerakan
terbimbing (mechanism), meliputi kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh atau
gerak peniruan.
d. Gerakan
terbiasa, meliputi kemampuan melakukan suatu rangkaian gerakan dengan lancar,
karena sudah dilatih sebelumnya.
e. Gerakan
kompleks (complex overt response), meliputi kemampuan untuk melakukan gerakan
atau keterampilan yang terdiri dari beberapa komponen secara lancar, tepat, dan
efisien.
f. Penyesuaian
pola gerakan (adaptation), meliputi kemampuan perubahan dan penyesuaian pola
gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku.
g. Kreativitas,
meliputi kemampuan melahirkan pola gerakgerik yang baru atas dasar prakarsa dan
inisiatif sendiri.
B. HAKEKAT PEMBELAJARAN
a.
Hakekat
Pembelajaran
Secara umum istilah belajar dimaknai
sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku.
Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu
kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku
peserta didik berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Adapun yang
dimaksud dengan proses pembelajaran adalah sarana dan cara bagaimana suatu
generasi belajar, atau dengan kata lain bagaimana sarana belajar itu secara
efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda dengan proses belajar yang diartikan
sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki dan mengakses isi pelajaran
itu sendiri (Tilaar, 2002: 128). Berangkat dari pengertian tersebut, maka dapat
dipahami bahwa pembelajaran membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh
antara guru dan peserta didik, dimana penekanannya adalah pada proses pembelajaran
oleh peserta didik (student of learning), dan bukan pengajaran oleh guru
(teacher of teaching) (Suryosubroto, 1997: 34). Konsep seperti ini
membawa konsekuensi kepada fokus pembelajaran yang lebih ditekankan pada
keaktifan peserta didik sehingga proses yang terjadi dapat menjelaskan sejauh
mana tujuantujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta
didik.
Keaktifan peserta didik ini tidak hanya
dituntut secara fisik saja, tetapi juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik
peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka
kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya dengan
peserta didik tidak belajar, karena peserta didik tidak merasakan perubahan di
dalam dirinya (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9).
Pembelajaran pada hakekatnya adalah
proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi
perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan tugas guru adalah
mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi
peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik
untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan
dan minatnya. Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan
fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar
peserta didik.
b.
Fungsi-fungsi
Pembelajaran
Fungsi-fungsi
pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1.
Pembelajaran
sebagai sistem
Pembelajaran sebagai sistem terdiri dari
sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran , strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga
, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran
(remedial dan pengayaan).
2.
Pembelajaran
sebagai proses
Pembelajaran sebagai proses merupakan
rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar,
meliputi:
a. Persiapan, merencanakan program
pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) dan penyiapan perangkat
kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat evaluasi, buku atau media
cetak lainnya.
b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan
mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Banyak dipengaruhi
oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih
dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru , persepsi,
dan sikapnya terhadap siswa.
c. Menindaklanjuti
pembelajaran yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran ini
dapat berbentuk enrichment (pengayaan),
dapat pula berupa pemberian layanan remedial
teaching bagi siswa yang berkesulitan belajar
c.
Prinsi-prinsip
Pembelajaran
a. Perhatian
dan motivasi
Perhatian
dalam pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting. Kenyataan menunjukkan
bahwa tanpa perhatian tidak mungkin terjadi pembelajaran baik dari pihak guru
sebagai pengajar maupun dari pihak peserta didik yang belajar. Perhatian
peserta didik akan timbul apabila bahan pelajaran yang dihadapinya sesuai
dengan kebutuhannya, apabila bahan pelajaran itu sebagai sesuatu yang
dibutuhkan tentu perhatian untuk mempelajarinya semakin kuat.
Secara
psikologis, apabila sudah berkonsentrasi (memusatkan perhatian) pada sesuatu
maka segala stimulus yang lainnya tidak diperlukan. Akibat dari keadaan ini kegiatan
yang dilakukan tentu akan sangat cermat dan berjalan baik. Bahkan akan lebih
mudah masuk ke dalam ingatan, tanggapan yang terang, kokoh dan lebih mudah
untuk diproduksikan.
Motivasi
juga mempunyai peran penting dalam kegiatan pembelajaran. Seseorang akan
berhasil dalam belajar kalau keinginan untuk belajar itu timbul dari dirinya.
Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal:
a)
mengetahui apa yang akan dipelajari,
b)
memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari.
Kedua
hal ini sebagai unsur motivasi yang menjadi dasar permulaan yang baik untuk
belajar. Sebab tanpa
kedua unsur tersebut kegiatan
pembelajaran sulit untuk berhasil.
Seseorang
yang mempunyai motivasi yang cukup besar sudah dapat berbuat tanpa motivasi
dari luar dirinya. Itulah yang disebut motivasi intrinsic, atau tenaga pendorong
yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebaliknya, bila motivasi intrinsiknya
kecil, maka dia perlu motivasi dari luar yang disebut ekstrinsik, atau tenaga
pendorong yang ada di luar. Motivasi ekstrinsik ini berasal dari guru, orang tua,
teman, buku-buku dan sebagainya. Kedua motivasi ini dibutuhkan untuk keberhasilan
proses pembelajaran, namun yang memegang peranan penting adalah peserta didik
itu sendiri yang dapat memotivasi dirinya yang didukung oleh kepawaian seorang
guru dalam merancang pembelajaran yang dapat merangsang minat sehingga motivasi
peserta didik dapat dibangkitkan.
Motivasi
dapat merupakan tujuan dan alat pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi
merupakan salah satu tujuan dalam mengajar, sebagai alat, motivasi merupakan
salah satu faktor seperti halnya intelegensia dan hasil belajar sebelumnya yang
dapat menentukan keberhasilan belajar peserta didik dari segi kognitif, afektif
dan psikomotor. Motivasi adalah unsur utama dalam pembelajaran dan pembelajaran
tidak dapat berlangsung tanpa adanya perhatian anak, apabila anak memperhatikannya
secara spontan tanpa memerlukan usaha (perhatian tidak sekehendak, perhatian
tidak disengaja). Bila terjadi perhatianspontan yang bukan disebabkan usaha
dari guru yang membuat pelajaran begitu menarik, maka perhatian ini tidak
memerlukan motovasi, walaupun dikatakan bahwa motivasi dan perhatian harus
sejalan. Berbeda halnya kalau perhatian yang disengaja atau sekehendak, hal ini
diperlukan motivasi.
b. Keaktifan
Mengajar adalah proses membimbing
pengalaman belajar. Pengalaman tersebut diperoleh apabila peserta didik
mempunyai keaktifan untuk bereaksi terhadap lingkungannya. Apabila seorang anak
ingin memecahkan suatu persoalan dia harus dapat berpikir sistematis atau
menurut langkah-langkah tertentu, termasuk dia menginginkan suatu keterampilan
tentunya harus pula dapat menggerakan otot-ototnya untuk mencapainya. Termasuk dalam pembelajaran, peserta didik
harus selalu aktif. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai pada
kegiatan psikis yang susah diamati. Dengan demikian belajar yang berhasil harus
melalui banyak aktifitas baik fisik maupun psikis. Bukan hanya sekedar
menghafal sejumlah rumus-rumus atau informasi taetapi belajar harus berbuat,
seperti membaca mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan
sebagainya.
Prinsip aktifitas di atas menurut
pandangan psikologis bahwa segala pengetahuan harus diperoleh melalui
pengamatan dan pengalaman sendiri. Jiwa memiliki energy sendiri dan dapat
menjadi aktif karena didorong oleh kebutuhankebutuhan. Sadi, dalam pembelajaran
yang mengolah dan merencana adalah peserta didik dengan kemauan, kemampuan,
bakat dan latar belakang masing-masing, guru hanya merangsang keaktifan peserta
didik dengan menyajikan bahan pelajaran.
c. Keterlibatan
langsung
Prinsip keterlibatan langsung merupakan
hal yang penting dalam pembelajaran. Pembelajaran sebagai aktifitas mengajar
dan belajar, maka guru harus terlibat langsung begitu juga peserta didik.
Prinsip keterlibatan langsung ini mencakup keterlibatan langsung secara fisik
maupun non fisik. Prinsip ini diarahkan agar peserta didik merasa dirinya
penting dan berharga dalam kelas sehingga dia bisa menikmati jalannya
pembelajaran.
Edge Dale dalam Dimyati mengatakan
bahwa: “belajar yang baik adalah belajar melalui pengalaman langsung”.
Pembelajaran dengan pengalaman ini bukan sekedar duduk dalam kelas ketika guru
sedang menjalankan pelajaran, tetapi bagaimana peserta didik terlibat langsung
dalam proses pembelajaran tersebut. Kegiatan pembelajaran yang ditetapkan guru
berarti pengalaman belajar bagi peserta didik.
d. Pengulangan
Prinsip pembelajaran yang menekankan
pentingnya pengulangan yang barangkali paling tua seperti yang dikemukakan oleh
teori psikologi daya. Menurut teori ini bahwa belajar adalah melihat daya-daya
yang ada pada manusia yang terdiri dari daya mengamat, menangkap, mengingat,
menghayal, merasakan, berpikir dan sebagainya. Daya-daya tersebut akan
berkembang.
Teori lain yang menekankan prinsip
pengulangan adalah teori koneksionisme. Tokohnya yang terkenal adalah Thorndike
dengan teorinya yang terkenal pula yaitu “law of exercise” bahwa belajar
ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap
pengalaman-pengalaman itu memperbesar timbulnya respon benar. Selanjutnya teori
dari phychology conditioning respons sebagai perkembangan lebih lanjut
dari teori konseksionisme yang dimotori oleh Pavlov yang mengemukakan bahwa
perilaku individu dapat dikondisikan dan belajar merupakan upaya untuk
mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Begitu pula
mengajar membentuk kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga
menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan yang sesungguhnya, tetapi dapat juga
oleh stimulus penyerta.
Ketiga teori di atas menekankan
pentingnya prinsip pengulangan dalam pembelajaran walaupun dengan tujuan yang
berbeda. Teori yang pertama menekankan pengulangan untuk melatih daya-daya
jiwa, sedangkan teori yang kedua dan ketiga menekankan pengulangan untuk
membentuk respons yang benar dan membentuk kebiasaan.
Meskipun ketiga teori ini tidak dapat
dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, tetapi masih dapat digunakan
karena pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Sebab, dalam
pembelajaran masih sangat dibutuhkan pengulangan-pengulangan atau
latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respons akan bertambah erat kalau sering
dipakai dan akan berkurang bahkan hilang sama sekali jika jarang atau tidak
pernah digunakan. Oleh karena itu, perlu banyak latuhan, pengulangan, dan
pembiasaan.
e. Proses
individual
Proses pembelajaran yang berlangsung di
sekolah-sekolah pada saat ini masih cenderung berlangsung secara klasikal yang
artinya seorang guru menghadapi 30 orang peserta didik dalam satu kelas. Guru
masih juga menggunakan metode yang sama kepada seluruh peserta didik dalam
kelas itu. Bahkan mereka memperlakukan peserta didik secara merata tanpa
memperhatikan latar belakang social budaya, kemampuan, atau segala perbedaan
individual peserta didik. Padahal setiap peserta didik memiliki ciri-ciri dan
pembawaan yang berbeda. Ada peserta didik yang memiliki bentuk badan tinggi
kurus, gemuk pendek, ada yang cekatan, lincah, periang, ada pula yang lamban,
pemurung, mudah tersinggung dan beberapa sifatsifat individual yang berbeda.
Untuk dapat memberikan bantuan agar
peserta didik dapat mengikuti pembelajaran yang disajikan oleh guru, maka guru
harus benar-benar dapat memahami ciri-ciri para peserta didik tersebut. Begitu
pula guru harus mampu mengatur kegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaan,
proses pelaksanaan sampai pada tahap terakhir yaitu penilaian atau evaluasi,
sehingga peserta didik secara total dapat mengikuti proses pembelajaran dengan
baik tanpa perbedaan yang berarti walaupun dari latar belakang dan kemampuan
yang berbeda-beda.
S. Nasution dalam Ahmad Rohani menyarankan
empat cara untuk menyesuaikan pelajaran dengan kesanggupan individual:
a)
Pengajaran individual, peserta didik menerima tugas yang diselesaikan menurut
kecepatan masing-masing
b)
Tugas tambahan, peserta didik yang pandai mendapat tugas tambahan, di luar
tugas umum bagi seluruh kelas sehingga hubungan kelas selalu terpelihara.
c)
Pengajaran proyek, peserta didik mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan minat
serta kesanggupannya.
d)
Pengelompokan menurut kesanggupan, kelas dibagi dalam beberapa kelompok yang
terdiri atas peserta didik yang mempunyai kesanggupan yang sama.
Perbedaan individual harus menjadi
perhatian bagi para guru dalam mempersiapkan pembelajaran dalam kelasnya.
Karena perbedaan individual merupakan suatu prinsip dalam pembelajaran yang
tidak boleh dikesampingkan demi keberhasilan dalam proses pembelajaran.
f. Tantangan
Kuantzu dalam Azhar Arsyad mengatakan”if
you give a man fish, he will have a single meal. If you teach him how to fish
he will eat all his life”. Pernyataan Kuantzu ini senada dengan prinsip
pembelajaran yang berupa tantangan, karena peserta didik tidak merasa
tertantang bila hanya sekedar disuapi sehingga dirinya tinggal menelan apa yang
diberikan oleh guru. Sebab, tanpa tantangan peserta didik merasa masa bodoh dan
kurang kreatif sehingga tidak berkesan materi yang diterimanya.
Agar pada diri peserta didik timbul
motiv yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka materi pembelajaran
juga harus menantang sehingga peserta didik bergairah untuk mengatasinya.
Hal ini sejalan dengan prinsip
pembelajaran dengan salah satu prinsip konsep contextual teaching and learning
yaitu inkuiri. Di mana dijelaskan bahwa inkuiri merupakan proses pembelajaran
yang berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara
sistematis. Jadi, peserta didik akan bersungguhsungguh dalam menemukan
masalahnya terlebih dahulu kemudian menemukan sendiri jalan keluarganya.
g. Balikan
dan penguatan
Prinsip pembelajaran yang berkaitan
dengan balikan dan penguatan, ditekankan oleh teori operant conditioning, yaitu
law of effect. Bahwa peserta didik akan belajar bersemangat apabila mengaetahui
dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil yang baik merupakan balikan yang
menyenangkan dan berpengaruh baik bagi hasil usaha belajar selanjutnya. Namun
dorongan belajar tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan atau penguatan
positif, penguatan negatif pun dapat berpengaruh pada hasil belajar
selanjutnya.
Apabila peserta didik memperoleh nilai
yang baik dalam ulangan tentu dia akan belajar bersungguh-sungguh untuk
memperoleh nilai yang lebih baik untuk selanjutnya. Karena nilai yang baik itu
merupakan penguatan yang positif sebaliknya, bila peserta didik memperoleh
nilai yang kurang baik tentu dia merasa takut tidak naik kelas, dia terdorong
pula untuk lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif yang berarti bahwa
peserta didik mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan.
Format sajian berupa Tanya jawab,
eksperimen, diskusi, metode penemuan sebagainya merupakan cara pembelajaran yang
memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang diperoleh peserta
didik setelah belajar dengan menggunakan metode-metode akan menarik yang
membuat peserta didik terdorong untuk belajar lebih bersemangat.
d.
Tujuan
Pembelajaran
Tujuan
umum pembelajaran dapat dibedakan atas:
1) Tujuan
yang bersifat orientatif, dapat diklasifikasikan pula atas 3 tujuan, yakni:
a. Tujuan
orientatif konseptual
Pada
tujuan ini tekanan utama pembelajaran adalah agar siswa memahami konsep-konsep
penting yang tercakup dalam suatu bidang studi.
b. Tujuan
orientatif prosedural
Pada
tujuan ini tekanan utama pembelajaran adalah agar siswa belajar menampilkan
prosedur.
c. Tujuan
orientatif teoritik
Pada
tujuan ini tekanan utama pembelajaran adalah agar siswa memahami hubungan
kausal penting yang tercakup dalam suatu bidang studi.
2) Tujuan
pendukung dapat diklasifikasikan menjadi 2 tujuan, yakni:
a. Tujuan
pendukung prasyarat, yaitu tujuan pendukung yang menunjukkan apa yang harus
diketahui oleh siswa agar dapat mempelajari tugas yang didukungnya.
b. Tujuan
pendukung konteks, yaitu tujuan pendukung yang membantu menunjukkan konteks
dari suatu tujuan tertentu dengan tujuan yang didukungnya.
Selain tujuan umum dan
tujuan khusus di atas, terdapat pula tujuan pembelajaran yang lain yaitu untuk mengembangkan
kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
pencerdasan kehidupan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Sagala
Syaiful. Konsep dan Mkana Pembelajaran. Alfabeta. 2009. Bandung
Mudjiono
dan Dimyati. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. 2009. Jakarta.
Darsono,
Max, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Fathurrohman,
Pupuh dan Sutikno, Sobry. 2007. Strategi Belajar Mengajar melalui Penanaman
Konsep Umum & Konsep Islam. Cet. II, Bandung: Refika Aditama.
Gulö,
W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.
Knight,
George R. 1982. Issues and Alternatives in Educational Philosphy. Cet.
XII, Michigan: Andrews University Press.
Naim,
Ngainun dan Patoni, Achmad. 2007. Materi Penyusunan Desain Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (MPDP-PAI). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Roziqin,
Muhammad Zainur. 2007. Moral Pendidikan di Era Global; Pergeseran Pola
Interkasi Guru-Murid di Era Global. Malang: Averroes Press.
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Cet. IV,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suryosubroto,
B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Tilaar,
H.A.R. 2002. Pendidikan. Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia;
Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Cet. III, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
www.informasi-pendidikan.com/2014/01/prinsip-prinsip-pembelajaran.html?m=1
neparasi.blogspot.co.id/2012/10/pengertian-dan-tujuan-dari-belajar-dan.html?m
dataserverku.blogspot.co.id/2012/02/tujuan-pembelajaran.html?m
Posting Komentar